BLOGGER TEMPLATES AND MySpace 1.0 Layouts »

Sabtu, 22 Oktober 2011

Manfaat Rokok???

Cerita ini dimulai ketika aku kecil...
(Gelem gak ruh cerita cilik q pas jek imut2??? Mesti gak glem)


Ya wis, cerita ini dimulai saat q melakukan wawancra dgn sorg pria berinisial K.A.C.I.W. Aku berargumen, apa sih enaknnya rokok??? Kenyang??? kagak, Ngilangin haus??? jg kgak, bkin pengap??? banget...

K.A.C.I.W menjawab "rokok i enak e pas murup no karo pas meh entek". Terus gw jawab "lapo gak kon sedot pas murup no, terus pas kate entek sedot maneh???" Dan dy menjawab " JANCUk!!!"

Lalu diotakq tersimpan tanda "???" Apakah manfaat rokok sebenarnya???

Rabu, 24 November 2010

Hanya Menunggu Waktu

Azrael murka
Membuka lembaran amal manusia
Tertulis segala dosa
Menebaskan sabit kematian
Mencabut nyawa dari kaki hingga kepala

Ribuan nyawa bukan masalah
Sekali tiup semua musnah
Gundukan tanah mengeluarkan darah
Sumber hidup pembunuh utama
Leviathan pun mengayunkan cambuknya

Uriel memanas
Lidahnya menggemparkan dunia
Manusia bagai anai – anai
Saat Suphlatus menginjakan kakinya

Teringat semua
Oleh Zachriel
Tanpa wajah
Dialah
Yang mengingat semua
Dari awal
Sampai apocalipta

Yang terakhir kita
Hanya doa
Tertimbun dosa
Sudah tak lama, besok, hari ini atau sekarang juga

Lion war

Ksatria yang menggenggam pedang
Demi kristal yang berada di hati
Mengukir kenangan yang hilang pada sebuah pedang
Tergambar pada sebuah prasati
Sebuah cerita kepahlawanan
Yang kini akan terungkapkan

Aku Alazlam, tetua yang tahu segalanya tentang Ivalice…
Pernahkah kau dengar tentang Lion War? Sebuah perang yang membagi Ivalice menjadi dua kubu. Perang ini berakhir atas kemunculan pahlawan muda yang bernama Delita. Semua orang tahu tentang dia.
Tetapi kita tahu, kadang apa yang kita lihat dengan mata kepala kita sendiri, bukanlah kebenaran.
Dialah, anak termuda dari bangsawan Beoulve. Vahn Beoulve.
Semua orang menganggapnya sebagai ancaman dan akar dari kejahatan. Tapi, inilah kenyataan.

*****

Disuatu malam, di sebuah biara di kota Orbonne yang diliputi rintik hujan. Seorang putrid sedang berdoa tentang apa yang telah terjadi dan memohonkan ampunan pada Tuhan atas segala yang telah umat manusia lakukan.
“Tuhan, lindungilah kami, anak – anak Ivalice yang penuh dosa.”, sebuah doa dari putri Ovelia. “Putri, ayo kita segera pergi!”, Agrias, seorang pejuang wanita yang akan mengorbankan hidupnya demi melindungi sang putri. “Tunggu sebentar, Agrias!”. “Para pengawal sudah tiba.”.
Seseorang datang dengan luka di sekujur tubuhnya. “Pasukan… Pangeran Goltana… argh…”. “Kelihatannya kita dapat masalah! Vahn, Rad ayo kita habisi mereka!”, Gafgarion. “Eh, tunggu sebentar, aku bukan lagi seorang ksatria, kita hanya pengawal bayaran.”, Vahn.
“Oh Tuhan…”, Ovelia menyesal sambil menangisi atas segala yang mulai terulang.
Kemudian, Agrias, Vahn, Rad dan Gafgarion keluar dari biara.
“Hah, hanya sekumpulan serangga!”, Gafgarion. “Raja dari semua pedang! Pedang Malam, penghancur kekuatan!”
Dan hanya sekali tebasan dapat langsung menewaskan siapapun yang menghalanginya.
Sebuah pertarungan yang tidak berlangsung lama karena Gafgarion dan Agrias adalah ksatria yang cukup kuat diantara beberapa ksatria. Tapi…
“Aaaaahhhhh,” Ovelia menjerit. “Diam! Dasar putrid tak berguna!,” Teriak seorang ksatria pada Ovelia. Kemudian dia memukul Ovelia hingga pingsan. Dia menaiki seekor Chocobo .dan melarikan diri.
“Tunggu!”, Agrias berteriak tak berarti.
“… Delita? Kau masih hidup? Tapi, kenapa kau bergabung dengan pasukan Goltana? Kenapa?”, aku berkata dalam hatinya seraya bimbang atas yang telah dilakukan Delita.

Nama Delita muncul pertama kali, setahun sebelum Lion War dimulai. Pasukan yang kembali dari perang, tak punya pekerjaan, uang dan kesetian pada raja. Banyak dari mereka yang menjadi pencuri dan pemberontak untuk menentang pada keluarga bangsawan. Dan saat itu, perampokan dan pembunuhan adalah hal biasa di Ivalice. Akhirnya datang pahlawan dan para penyihir disini. Tak terkecuali di Gariland…
*****

Aku dan Delita masuk dalam angkatan perang. Karena kita adalah pasukan baru, maka aku dan Delita, juga anggota baru yang lain dikumpulkan di ruang pertemuan pasukan militer untuk mendapat pengarahan.
“Aku mendengar sebuah kereta menuju Igros telah diserang.”, kata seorang prajurit.
“Itu pasti Death Corps.”, kata pasukan yang lain.
“Sesuatu sedang dimulai… Kau tahu sesuatu, Delita?”, tanyaku pada Delita.
“Tidak… tapi aku bisa menebaknya.”, jawab Delita.
“Apa maksudmu?”, aku bertanya lagi.
“Pangeran Larg telah datang ke kota.”, Delita kembali menjawab.
“Pangeran Larg? Kenapa?”, aku terus bertanya karena tak mengerti tentang apa yang Delita pikirkan.
“Tidak hanya Larg, tapi juga Marquis Elmdor dari Limberry.”
“Bukankah itu hanya kunjungan biasa?”
“Ada banyak daerah yang berbahaya di Ivalice. Pasukan Hokuten sedang dalam misi genting saat ini, dan mereka sedang butuh pasukan saat ini.”, Delita menjelaskan.
“Jadi mereka akan merekrut kita sebaga prajurit.”
Tiba – tiba…
“Semuanya perhatian! Kalian dapat misi. Seperti yang kalian tau, ada banyak penjahat di kota saat ini. Para pemberontak sedang menyerang keluarga bangsawan saat ini berada di Gallione. Menurut perintah tuan Larg, pasukan akan ditempatkan di istana Igros, kita pun akan berpartisipasi. Intinya kalian harus melindungi istana Igros.”, kata pemimpin kami yang sedang menjelaskan situasi saat ini.
Sesorang datang membisikan sesuatu pada pemimpin kami.
“Siapkan pedangmu! Pada pencuri sedang mencoba menysup ke kota. Kita akan memulai misi ini dengan mengamankan kota ini lebih dulu!”
Kami semua menuju pusat kota Gariland dan bertemu segrombolan pencuri.
“Apa ini? Hanya sekumpulan anak anak!”, kata pemimpin dari para pencuri itu. “Ayo kita bunuh mereka semua dan pergi dari sini.”
“Vahn, hati – hati. Jangan memaksakan dirimu.”, Delita menasihatiku.
“Jangan khawatirkan aku, Delita. Aku adalah seorang Beoulve!”, kataku.
“Beoulve!? Keluarga Beoulve, ya? Jadi, kalian pasti dari akademi militer. Anak ingusan dari bangsawan!”, kata seorang pencuri sambil tertawa.
“Diam! Menyerah atau mati!”, bentakku dengan marah.
“Apa yang bisa dilakukan oleh anak manja seperti kalian?”
Tanpa banyak bicara lagi, mereka bertarung. Kibasan pedang menyabik kulit. Darah memercik dari tiap sapuan pedang dan lesatan panah. Hingga mereka akhirnya bias membunuh semua pencuri.
“Kenapa mereka lebih memilih hidu sebagai pencuri dan memilih terbunuh seperti ini.”, aku berkata dengan rasa menyesah karena harus ada pertumpahan darah.
*****
Setelah perang selama 50 tahun berakhir, di kediaman keluarga Beoulve. Sang Ksatria pemberani, Balbanes menatap hari terakhirnya di ranjang tuanya yang mewah.
“Bagaimana keadaannya?”, Tanya Balbanes.
“Kita berhasil mengamakan Limberry untuk sementara waktu. Hanya masalah waktu sebelum pasukan Ordalia menggalkan Zeltennia. Jangan khawatir.”, kata Zalbag pada ayahnya.
“Penyampai pesan rahasia untuk pangeran Lenario telah kembali. Dan pangeran Lenario menyetujui rencana kita.”, jelas Dycedarg yang kini telah menggantikan ayahnya sebagai raja.
“Baiklah kalau begitu… Akhirnya perang yang panjang ini… akhirnya berakhir.”, kata Balbanes sambul tersengal – sengal.
“Ayah…”, kata Alma sambil menangis.
“Jangan menangis putriku.”
“Dimana Vahn? Kita sangat membutuhkannya saat ini.”, kata Zalbag yang semakin khawatir karena keadaan ayahnya yang makin buruk.
“Dycedarg, Zalbag… putraku. Jagalah Vahn. Mungkin dia bukan saudara kandungmu, tapi dia juga bagian dari keluarga ini.”
“Ayah!”, Vahn datang dengan tergesa – gesa.
“Pelankan suaramu!”, kata Dycedarg.
“Aku senang kau datang. Kemarilah, aku ingin melihat wajahmu.”
“Ayah…”, kata Vahn sambil menggenggam tangan ayahnya.
“Setelah sekian lama… kau akhirnya dapat masuk akademi militer pada musim semi. Dengarkan aku Vahn, Keluarga Beoulve telah melayani kerajaan selama bertahun – tahun. Kita adalah patokan dari semua ksatria. Jangan permalukan nama keluarga kita, tumpas semua ketidakadilan. Percaya pada hatimu adalah jalan hidup seorang ksatria… jalan hidup seorang Beoulve”
“Aku mengerti, ayah”
“Delita adalah orang yang baik. Dia akan menjagamu. Aku meminta ketua militer untuk mengijinkannya masuk akademi. Percayalah kepadanya.”
“Ya, ayah.”
“Jagalah Alma. Jadilah ksatria yang kuat.”
Dan Balbanes pun mengucapkan kata terakhir itu kepada Vahn. Anak termuda dari keluarga bangsawan Beoulve.

*****

“Heh, dia masih hidup.”, kata seorang pencuri.
“Jangan bodoh, kita hanya harus menangkap Marquis.”, kata pencuri yang lain.
“Oh tidak, pasukan Hokuten!”
Vahn, Delita dan pasukan Hokuten tiba di daratan Mandalia. Mereka melihat seseorang diserang oleh pencuri dari Death Corps.
“Death Corps! Mereka menyerang seseorang!”, teriak Delita.
“Kita harus menyelamatkannya dulu.”, kataku.
“Bantuan, syukurlah”, kata dia yang diserang.
“Ayo pergi! Lebih baik kita tidak berurusan dengan Hokuten!”, kata pencuri itu dan mereka pun melarikan diri.
Vahn pun mendekati orang yang tadi diserang oleh death Corps.
“Kau tak apa?”
“Ya, tapi Marquis.”
“Marquis? Maksudmu Marquis Elmdor?”
“Yeah. Siapa kalian?”
“Kita pasukan militer. Kupikir kita dapat menolong. Ceritakanlah pada kami.”
“Aku Algus, ksatria dai Limberry.”
“Seorang ksatria?”, Delita bergumam.
“Maksudku pasukan militer seperti kalian.”
“Aku Vahn Beoulve. Dan dia Delita, teman yang baik.”
“Beoulve? Dari pasukan Hokuten? Beruntungnya aku. Tolong selamatkan Marquis”, pinta Algus sambil menggenggam tangan Vahn.
“Apa yang kau bicarakan?”, tanya Delita penasaran.
“Tuan Marquis masih hidup. Mereka telah menculiknya. Dia akan dibunuh, jika kita tidak bergerak cepat.”
“Tenanglah. Pasti ada alasan kenapa Death Corps menculiknya.”, jelas Delita mencoba menenangkan Algus.
“Tidak ada yang bisa kita lakukan. Marquis telah diculik dan aku yakin semua orang di istana Igros sedang dalam kondisi siaga saat ini.”, aku menyambung penjelasan Delita.
“Kita harus melaporkannya dulu ke istana Igros.”

*****

“Aku mendengar kau mengalahkan pasukan musuh. Aku bangga menjadi saudaramu. Kau benar – benar keturunan Beoulve.”, kata kakakku Dycedarg, dengan bangga.
“Terima kasih.”, kataku singkat.
“Bukankah kau senang?”
“Tentu saja. Terima kasih atas segala pujianmu. Kau mungkin telah mendengar penyerangan musuh terhadap kereta Elmdor dan menculiknya. Apa yang harus kita lakukan.”
“Aku telah mengirim albag untuk mencarinya. Mereka mungin menginginkan tebusan.”
“Yang mulia. Ijinkan aku embawa 100 pasukan.”, kata Algus.
“Apa kau tidak mendengarku? Kita sudah menanganinya. Gallione bukanlah tempat untukmu. Biarkan kita yang mengatasinya.! Pikirkan tentang levelmu. Kau hanya pasukan biasa tanpa ranking keksatriaan. Aku ingin kalian semua mengawal istana ini. Kupikir ini bukanlah tugas yang sulit.”
Karena tidak puas dengan keputusan Dycedarg. Algus menuju benteng gerombolan pencuri yang ia perkirakan menculik Elmdor Marquis. Tapi Algus tidak sendirian, ia bersama vahn, Delita dan beberapa pasukan Hokuten.

*****

“Kita kehilangan kontak dengan markas utama.”, Miluda.
“Tidak! Apakah itu benar – benar terjadi?”, kata seorang pendeta dari Death Corps khawatir.
“Aku yakin. Ini dikarenakan oleh keluarga bangsawan.”,. kata pendeta Death Corps yang lain.
“Kakakku terlalu yakin akan apa yang diperbuatnya.”, Miluda.
“Ada pasukan Hokuten!”, teriak seorang penjaga dari benteng Death Corps.

Vahn dan Delita juga Algus dan pasukan Hokuten tiba di benteng musuh.
“Vahn, Bantu aku menyelamatkan tuan Marquis. Aku akan benjuang hingga akhir.”, kata Algus berapi – api.
“Kita harus mengalahkan Miluda. Pemimpin dari paukan pencuri itu.”, jelasku.
Mengetahui bentengnya diserang, miluda angkat senjata dan serentak mengayunkan pedangnya pada Delita. Delita terus berusaha menahan kekuatan seorang wanita yang berbeda dari serangan wanita biasa.
“Kau pikir siapa kau? Kita bukan peliharaan kalian! Kita adalah manusia, sama seperti kau! Tak ada perbedaan antara kita dan keluargamu! Pernah kau merasa lapar? Dan hanya terus makan sup selama sebulan? Kenapa kita harus menderita? Karena keluarga bangsawan telah mencabut hak kita untuk hidup!”, kata Miluda dengan tegas walaupun dalam kata – katanya adalah sebuah tangisan dari hati.
“Manusia? Hmm, aneh! Sejak kau dilahirkan, kau harus mematuhi kita! Selanjutnya, kalian akan jadi peliharaan kami!”, kata Algus menghina mereka.
“Katakan siapa? Itu omong kosong! Siapa yang memutuskan ini semua!”
“ Ini adalah keinginan dari surga!”
“Surga? Tuhan tak akan mengatakan hal seperti ini! Di mataNya, kita semua sama. Dia tak akan membiarkan ini terjadi.”
“Peliharaan tak punya Tuhan!”
Miluda mengarahkan serangannya pada Algus karena kata – katanya semakin melukai hatinya. Ditengah pertarungan Algus dan Miluda, Delita pun berpikir tentang apa yang sedang terjadin saat ini. Ia pun mendekati Vahn.
“Vahn, benarkah dia musuh kita.”, tanya Delita padaku. Delita sedang bimbang tentang benar dan salah. Dan apakah yang dia lakukan ini benar – benar hal yang terbaik.
“Menyerahlah. Dan kita akan mengampunimu.”, kataku untuk menenangkan Miluda yang sedang beradu pedang dengan Algus.
“Bunuhlah kita semua. Kita hanya hewan peliharaan!”, kata Miluda sambil terus mengayunkan pedangnya.
“Kau sungguh membenci kami…”
“Vahn, bunuh dia sekarang. Dia musuh kita! Musuh dari Beoulve! Apa kau mengerti? Dia adalah pencundang yang kehilangan pandangan hidup! Pecundang tidak bisa dibiarkan hidup! Bunuh dia, dengan tanganmu!”, kata Algus yang semakin membuat pertarungan diantara kita semakin sengit.
“Vahn, aku tidak melihat kenapa dia menjadi musuh kita?”, Delita kembali berkata kepadaku. Dan semua kata – kata ini membuatku pun mejadi bimbang.
“Apa yang kau katakana Delita? Apa kau gila?”, kata Algus dengan marah.
“Dia bukan binatang. Dia juga manusia seperti kita.”, sambung Delita.
“Apa kau menghianati kita?”, kata Algus yang semakin marah.
“Oh, rasa simpati? Dasar orang lemah. Kau adalah musuhku selama kau Beoulve! Jangan lupakan itu!”, kata Miluda yang semakin tak takut mati.
Karena Algus lengah, Miluda menebaskan pedangnya pada Algus dan melarikan diri karena pasukannya sudah mulai banyak berkurang.
“Delita… apakah kita?”, tanyaku pada Delita karena suatu penyesalan.
“Bodoh! Apa yang kau lakukan!?”, Algus.
Sementara itu, di Igros, ibukota Gallione. Istana Beoulve diserang oleh Death Corps.
“Pergi! Lepaskan aku!”, Teta.
“Cepat!”, Golagros menarik tangan Teta.
“Pergi! Lapaskan tanganku.”, Alma
Zalbag datang dan membunuh seorang yang menarik tangan Alma.
“Sial! Dia datang!”, Golagros.
Lalu Golagros melarikan diri dan menculik Teta.

*****

Saat Delita dan Vahn kembali ke Igros. Keadaan kota telah berantakan. Vahn menanyakan apa yang terjadi pada Dycedarg. Mereka pun mengetahui bahwa kota telah diserang oleh Death Corps dan Teta diculik.
“Tunggu Delita! Kau mau kemana? Tenanglah!”, aku mencoba menenangkan Delita.
“Tenang! Apa kau bercanda? Aku tak akan bisa tenang!”, Delita membentakku.
“Kau tak tau dimana Teta. Jangan buang waktumu. Lagi pula, kakakku telah megirim Zalbag untuk mencari Teta.”
“Membuang waktu katamu? Dia adalah adikku satu – satunya!”, kata Delita yang kemudian ia mencekik leherku karena marahnya.
“Ingatlah kata Dycedarg… ia tak akan membiarkan Teta. Ugh… aku tak bisa bernafas.”
Delita lalu melepaskan cekikannya pada leherku.
“Maaf, Vahn. Kau tak apa?”, kata Delita sambil menyesali perbuatanya.
“Yeah… uhuk… uhuk”, aku terbatuk – batuk karena cekikan Delita yang begitu kuat.
Kemudian Algus datang.
“Jangan percaya jika kau tak melihatnya sendiri.”, kata Algus mengejek.
“Maksudmu saudaraku bohong!”, teriak vahn geram.
“Jika aku adalah dia. Aku tak akan menyelamatkan gadis biasa.”
“Apa katamu?”, kata Delita yang makin marah karena perkataan Algus.
“Aku bilang, aku tak akan mengirim pasukan untuk menyelamatkanmu, orang biasa!”, kata Algus semakin keras.
“Beraninya kau!”, Delita kemudian memukul Algus tepat dimukanya hingga Algus tersungkur.
“Hentikan, Delita!”, aku mendekati Delita dan menahannya dari belakang.
Algus kemudian mendekati Delita dan berusaha membalas pukulan Delita. Tapi aku menengahi mereka.
“Biarkan aku membalasnya! Brengsek! Heh, orang sepertimu itu semua sama. Kau tak akan pernah jadi seorang bangsawan. Kau tidak dibutuhkan disini! Kau mengerti brengsek?”, Algus semakin mengejek Delita dan membuatnya semakin marah.
“Sialan kau!”, Delita.
“Cukup, Delita! Kau juga, Algus!”, kataku membentak mereka berdua. Aku mencoba menenangkan Delita dan menghentikan Algus.
“Vahn, apa kau tak melihat? Dia bukan bagian dari kita. Vahn, kita adalah keluarga bangsawan, kita tak bisa hidup bersama mereka.”, Algus masih meneruskan kata – katanya.
“Omong kosong! Dia teman baikku. Kita seperti saudara!”, kataku membantah perkataan Algus yang menurutku sudah sangat keterlaluan.
“Itulah intinya. Jangan bertingkah sebagai temannya. Kau adalah anak seoranmg bangsawan. Kau tak bisa hidup bersamanya. Saudaramu pasti setuju denganku.”
“Tidak semua bangsawan sepertimu! Aku percaya pada Vahn!”, Delita membantah perkataan Algus dengan tegas. Delita kemudian pergi meninggalakan kita berdua.
“Pergilah! Aku tak ingin melihatmu lagi.”, kataku pada Algus dengan nada rendah.
Tapi sebelum Algus pergi, ia mengatakan sesuatu.
“Markas mereka di Fort Zeakden. Aku mendengarnya dari saudaramu. Ada penjagaan yang ketat disana. Kau tak bisa menyerang mereka di depan. Tentu saja kau harus menyerang mereka dari belakang. Lakukan yang terbaik anak manja!”, kata Algus sambil tetap mengejek, kemudian ia pergi.

*****

Vahn mencari kemana Delita pergi. Dan akhirnya ia menemukannya di daratan Mandalia. Mereka kemudian duduk bersama sambil melihat terbenamnya matahari.
“Indah. Di suatu tempat mungkin Teta sedang melihat matahari terbenam sang sama”, kata Delita lembut.
“Jangan khawatir. Teta akan baik – baik saja.”
“Aku telah sendirian untuk waktu yang lama.”
“Apa kau memikirkan yang Algus katakan?”
“Aku pikir ada banyak hal yang tak bisa dirubah, bagaimanapun usahamu.”
“Jangan terlalu memikirkan hal itu.”
“Bisakah aku jadi bagian dari kalian? Aku ingin menyelamatkan Teta dengan tanganku sendiri, tapi aku sungguh tak berguna.”
Aku tidak menjawab perkataan Delita dan tetap menatap langit. Delita kemudian mencabut sehelai rumput.
“Ingatkah kau bagaimana ayah mngajarkan kita meniup peluit rumput.:
Aku mengangguk dan mencaput sehelai rumput. Dan kita pun meniup peluit rumput itu berdua sambil terus menatap akhir hari ini.

*****

Di Fort Zeakden, Golagros menculik Teta dan menjadikannya sebagai tawanan.
“Ayo kita pergi dari sini. Jangan lakukan hal yang berbahaya karena ruangan ini penuh dengan bubuk mesiu yang lebih dari cukup untuk membunuh kita semua!”, kata Golagros yang terus menari tangan Teta untuk mengajaknya pergi dari sini.
Kemudian saat Golagros dan pasukannya hendak melarikan diri. Zalbag dan pasuka Hokuten beserta Algus menghadangnya.
“Kalian bukan ancaman bagi pasukan Hokuten!”, kata Zalbag.
Tak lama kemudian Vahn dan Delita pun datang tapi dari arah yang berbeda.
“Kakak! Algus!”, aku terkejut melihat kehadiran mereka.
“Lakukan Algus!”, perintah Zalbag pada Algus.
Algus kemudian mengarahkan busurnya dan melesatkan panahnya. Tapi Golagros yang terkejut mengindar sehingga panah itu mengenai Teta.
“Delita…”, pekik Teta yang terluka.
“Teta!!”, teriak Delita yang melihat adiknya terluka.
Seorang pasukan Hokuten lain datang dan menginformasikan bahwa ada 500 musuh di jalan menuju pegunungan. Kemudian Zalbag menyuruh Algus untuk mengatasi mereka semua dan Zalbag pun pergi.
“Algus, kau brengsek”, kata Delita.
“Kau ingin pertarungan? Baiklah kalau begitu.”, Algus menantang kami.
“Kenapa kau melakukan ini, Algus? Kenapa?”, tanyaku menyesal atas perbuatan Algus dan saudaraku yang membiarkan Teta terluka.
“Ini keinginan saudaramu. Jangan Tanya kenapa. Disamping itu apakah kau ingin mengorbankan pasukan hokutan hanya untuk gadis biasa.”
“Teta adalah adik Delita!”
“Ini hanya soal waktu, kau akan belajar tentang perbedaan. Dimana kau dilahirkan, hidupmu pun akan berbeda. Ini takdir. Apa kau tidak setuju denganku, Vahn? Kau dalah penghianat pasukan Hokuten.”
“Ta… tapi ini tidak bisa dimaafkan.”
“Kau hanya anak manja. Bagaimana orang sepertimu bisa jadi seorang Beoulve.”
“Aku tak punya pilihan.”
“Kau seperti bayi. Beoulve adalah pemimpin dari semua ksatria. Beoulve memiliki tanggungjawab yang besar.”
“Aku tak mau hidup hanya untuk dimanfaatkan oleh orang lain.”
“Dimanfaatkan. Heh, omong kosong. Beoulve dimanfaatkan karena apa yang mereka lakukan. Orang – orang berlindung kepada kita, menghormati kita. Yang memanfaatkanmu adalah Delita.”
“Aku? Dimanfaatkan Delita?”
Tanpa Vahn sadari, pertarungan yang sejak tadi terjadi antara pasukan Hokuten bersama Algus melawan Vahn dan Delita telah menelan banyak korban. Darah pun tercecer. Perdang menghunus. Panah – panah terus melesat. Pertumpahan darah yang membanjiri arena pertarunganpun tak terelakan. Hingga akhirnya Vahn menyadari Delita terluka.
“Kau tak apa, Delita?”
“Tinggalkan aku, Vahn. Setelah Algus, aku akan membunuhmu.”
“Delita…”, aku terdiam mendengar perkataan Delita. Mungkin kemarahan Delita telah mencapai puncak.
“Algus! Kau membunuh Teta. Aku bersumpah akan membunuhmu!”
“Kau marah Delita? Marah karena kau merasa tak berguna? Aku tau kemampuanmu! Orang sepertimu tak akan bisa merubah apapun. Marah, hanya itulah yang dapat kau lakukan. Ha, ha, dasar pecundang!”
“Hanya itukah yang dapat kau katakan?”
“Jangan marah, Delita. Kau akan segera menyusulnya.”, saat Algus mengatakan hal ini. Vahn sigap menusuk Algus dari belakang dan matilah Algus.
Delita kemudian mendekati tubuh Teta. Ia mendekap tubuh Teta.
“Delita…”, kataku yang turut berduka atas kematian Teta.
Tiba - tiba terdengar bunyi ledakan.
“Apa itu? Sebuah ledakan! Delita, disini berbahaya. Ayo pergi dari sini!”, kataku pada Delita. Tapi Delita tak menghiraukannya.
Kemudian seluruh tempat itupun akhirnya meledak, Delita menghilang pada ledakan itu. Dan Fort Zeakden pun terbakar.

*****

Aku menjalani seluruh hidupku untuk meraih suatu kebanggaan. Tapi saat semua itu datang, aku meninggalkannya dan berlari…

*****

“Jadi Vahn, kau mengenal siapa yang menculik Ovelia?”, tanya Gafgarion padaku.
Aku terdiam. Kemudian Agrias keluar dari biara.
“Dia membawa putrid Ovelia bersamanya. Tentu dia belum jauh dari sini.”, jelas Agrias.
“Apa kau akan mengikutinya?”
“Tentu!”
“Kita tak akan menolongmu. Ini tidak ada pada kontrak.”, jelas gafgarion sebagai pemimpin kami, pasukan bayaran.
“Kita tak butuh bantuan dari seseorang yang bukan seorang ksatria. Seorang ksatria harus bertanggungjawab pada kesalahan yang diperbuatnya. Ini adalah tanggungjawab kita sebagai pengawal putri. Ayo kita pergi, Alicia, Lavian!”
Seorang biarawan bernama Simon keluar dari biara.
“Sang putri… bagaimana dengan sang putri?”, Simon.
“Aku bersumpah akan membawanya kembali!”, kata Agrias dengan yakin.
“Kau akan dalam bahaya Agrias.”, kata Simon yang khawatir pada Agrias yang notabene adalah ksatria wanita.
“Jangan khawatir! Aku bersumpah demi kebangganku sebagai ksatria. Aku akan menyelamatkannya!”
“Aku juga akan pergi. Aku tak akan menyusahkan kalian.”, kataku.
“Apa kau gila? Ini bukan urusan kita!”, kata Gafgarion.
“Aku harus tau kenapa Delita melakukan ini. Aku harus melihatnta dengan mata kepalaku!”
“Maksudmu dia yang kau lihat tadi? Kau keras kepala. Jangan menangis padaku jika sesuatu terjadi padamu!”

*****

Inilah awal dimulainya kembali perang yang telah berlangsung selama 50 tahun, yang kemudian disebut sebagai “Lion War”…

*****

Rabu, 13 Januari 2010

Resident Evil School Terror

Resident Evil School Terror
Prolog....
Di tahun 2007, dimalam yang gelap dengan gerimis yang masih terus turun membasahi tiap titik yang disentuhnya. Semua penghuni bumi telah terbuai dalam bunga malam yang singkat. Tapi hanya seorang yang masih sibuk dalam kimia yang rumit disalah satu ruang sekolah yang hanya diterangi lampu pijar 10 watt yang tergantung dilangit-langit ruang itu.
Tangannya dengan lincah menari mencampur bahan kimia. Berbagai bahan itu tercampur dan tak ada yang yang mengerti apa itu. Hanya lelaki berbadan kurus, dengan kepala yang sedikit botak ditelan usia yang bermimpi hidup abadi ini yang terhanyut dalam fantasi ini.
Buih-buih terus timbul dan si tua ini berkata “Berhasil... dengan ini aku dapat terus hidup. Selku akan terus diperbarui dengan ramuan ini.”
Tanpa ragu lagi, makhluk renta ini meminum cairan biru itu dengan rakus. Efeknya adalah dia kembali muda dan...............
The Awakening....
Aku berjalan sendiri menyusuri jalan hampa sore itu. Tanpa sadar langkah kaki membimbingku menuju muka bangunan yang tak asing lagi bagiku. Gedung yang biasa tiap pagi aku datangi, tempat yang selalu diminati walau harus masuk dengan biaya yang tak sedikit dan banyak prestasi. Aku beruntung dapat menuntut ilmu disekolah ini walau dengan nilai pas-pasan.
Kulihat langit yang sedikit mendung sore ini, tapi entah apa yang membuatku tertarik untuk masuk gedung yang mulai rusak ini. Sore ini terasa sepi dan tak terlihat kehidupan ditempat yang biasanya seperti pasar ini. Tak biasanya lapangan sekolah yang selalu ada penghuninya, terlihat jemu oleh kesendiriannya. Angin pun tak bercakap dengan makhluk bumi lainnya. Tapi hal ini tak menciutkan tekadku untuk terus masuk.
Mataku tertuju ke segala arah, menangkap hasil refleksi bola api langit yang mulai menuju peraduannya. Kuteruskan langkahku masuk lebih dalam menyusuri jalan setapak yang dihiasi daun kering pepohonan yang jatuh di musim kemarau ini.
Tanpa terasa gelap pun mulai meratapi jalan-jalan yang kulalui. Keheningan malam pun mulai merayap ke seluruh tubuhku. Kucari sesuatu yang bisa kugunakan sebagai penerangan, dan kutemukan ponsel yang selalu kubawa kemana-mana.
Dengan penerangan senter kecil dari ponselku, kulanjutkan langkah kaki ini. Dan sampailah aku pada ujung ruangan yang selama ini belum pernah untuk dibuka selama bertahun-tahun. Ruang itu berada dibagian paling belakang sekolah di pojok ruangan. Kudekati ruangan itu, ingin rasanya ‘tuk membuka pintu berkarat yang selama ini tak pernah dibuka sehingga muncul desas desus bahwa ada seseorang yang telah terbunuh di ruangan itu. Ada rasa takut serta penasaran menyelimuti perasaanku, tapi saat kudekati pintu itu terkunci gembok dan rantai.
My Adventure....
Saat berniat untuk meninggalkan tempat itu aku mendengar seperti ada suatu suara. Suara seperti suatu benda berderit karena digeser seseorang. Semakin kuperhatikan suara itu ternyata suara itu berasal dari ruang terkunci itu. Ketika aku berbalik, ada sosok kurus yang hendak menggigitku. Dengan secepat kilat aku berlari menjauhi sosok yang kini berjalan semakin mendekatiku itu.
Dengan penerangan seadanya, kuperhatikan langkah makhluk itu terhuyung-huyung hendak jatuh saat ia berjalan mendekatiku. Kulihat dengan bola mataku ini, sosok itu seperti tidak mempunyai epidermis kulit, kepala yang botak dengan mata yang menyala. Kucari benda yang ada disekitarku untuk memukul makhluk itu lalu di keremangan kulihat batang kayu tergeletak di dekatku. Kuambil batang itu dan aku pukulkan benda itu padanya, tapi ia hanya jatuh dan tak terluka sedikitpun.
Dia lalu mencekikku dengan kuat dan memojokkanku pada tembok. Walau tercekik, aku tak kehilangan akal untuk melawan. Kutendang kuat perut makhluk buruk rupa ini. Ia sedikit terhuyung dan aku berusaha menjauh darinya.
“Makhluk apa ini?” pikirku.
Aku berlari menuju ruang guru dan beruntungnya aku, ruang itu tidak terkunci. Bergegaslah aku masuk, berusaha menahan pintu itu dengan kursi yang ada diruang guru. “Apa yang terjadi? Kenapa semua penjaga sekolah tidak kelihatan hari ini dan lampu sekolah tak satupun yang menyala.” batinku.
Tiba-tiba ponselku berdering.
“Halo, siapa ini ?” tanyaku.
“Ini aku Dan, dimana kau ?’’.
“Aku terjebak diruang guru sekolah kita. Ada sesuatu yang aneh terjadi disini. Cepat kau kesini dan bawa apa saja yang bisa kau gunakan sebagai senjata!”.
“Oke aku segera kesana”.
Sambil menunggu kedatangan Dan, aku mengobrak-abrik ruang guru untuk menemukan senjata, sebilah pisau pun kutemukan ditempat buah-buah biasa disimpan.
Tanpa kusadari, makhluk yang mengejarku tadi bermaksud melewati pintu depan. Secepat kilat aku mendorong pintu yang tak jauh dariku itu, tapi tangan makhluk itu sempat masuk dan berusaha mencakarku dari luar.
Ku goreskan pisau yang kudapat tadi ke tangan yang berlumuran darah itu dan sipemilik tangan itu segera menarik tangannya keluar. Lalu entah mengapa makhluk seram tadi terjatuh. Dan suara yang kukenal memanggilku.
“Tama !!!’’
“Dan !, syukurlah kau sampai disini,” teriakku.
Dia pun akhirnya sampai disekolah yang kini menjadi lebih aneh dari yang kupikirkan sebelumnya.
“Bagaimana keadaanmu?’’
“Untungnya kau menolongku, apa yang kau bawa itu?”
“Ini pisau yang telah aku olesi obat tidur, tapi ini tidak akan bertahan lama. Ayo kita pergi!”
Bergegas kita berlari keluar sekolah untuk memperingatkan penduduk sekitar agar segera memberi pertolongan dan menghadapi serangan makhluk ini. Tapi apa yang terjadi, semua penduduk telah menjadi makhluk yang sama.
“Apa yang sekarang harus kita lakukan ?’’ tanyaku.
“Sebaiknya kita mengakhiri ini semua,’’ kata Dan serius.
“Bisakah kita?” tanya khawatir.
“Harus, kita harus bisa,” katanya meyakinkan.
Serentak kemudian semua makhluk seram disekeliling kita itu menoleh. Tanpa buang waktu kita kembali masuk kesekolah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Masuklah kami kembali keruang guru, mencari tiap berkas yang ada hubungannya dengan peristiwa ini. Ku mencari tiap berita yang mungkin berhubungan dengan kasus ini dan Dan mencari berkas-berkas guru yang ada.
“Hai, kau tahu peristiwa ini?” tanyaku sambil menunjukan sebuah artikel yang ada di koran. Isi artikel itu berisi seperti ini :

Seorang Guru SMA Dikabarkan Hilang

Desember, 23 2007
Maman 43 tahun, seorang guru SMA dikabarkan hilang pagi ini. Penyebab hilangnya tak diketahui hingga saat ini. Menurut keterangan para guru, Maman ini orangnya agak pendiam dan kurang suka bergaul dengan guru-guru yang lain.
Pada hari sebelum kejadian penjaga sekolah melihatnya berada di Lab. Kimia, itu tidak aneh karena Maman adalah guru kimia. Keterangan lain yan diperoleh polisi, ia selalu pulang paling akhir menurut kesaksian guru yang lain, entah untuk melakukan apa yang tak seorang pun tahu.
Polisi pun akan berusaha mencari apa yang sebenarnya terjadi, karena tidak ada bukti kejahatan di TKP kecuali hanya beberapa tabung reaksi yang pecah.

“Mungkin berita ini ada hubungannya dengan yang kita alami saat ini.”
“Lalu apa yang akan kita lakukan?’’
“Sebentar akan kucari data tentang guru ini.” sambil memilah dan mencari data guru yang mengajar disini. “Ini dia!” teriak temanku ini senang.
“Oh tidak, Dan lihat! makhluk itu datang lagi dan telah masuk ke ruangan ini.”
“Kukira itu bukan makhluk yang tadi.”
Makhluk itu mendekati Dan dan mencekiknya. Kusabetkan pisau kecilku itu ketangan itu. Dan pun terjatuh, aku berusaha menolongnya dan memapahnya keluar ruangan ini.
“Ayo kita ke ruang komputer, mungkin kita akan dapat petunjuk tentang guru tadi,’’ perintah Dan.
Sampai didepan ruang komputer.
“Oh tidak ruangan ini terkunci gembok, bagaimana Dan?” kataku sambil terus membopong Dan, yang kukira kondisinya makin memburuk akibat cekikan makhluk tadi.
“Rusak saja dengan pisauku ini,” kata Dan dengan sedikit menahan rasa sakit.
Ku ambil pisau di tangan Dan dan ia kusandarkan ketembok.
“Cepat, kukira mereka mulai datang lagi!” Dan memperingatkan aku.
Dengan sekuat tenaga akhirnya gembok itupun berhasil kucongkel. Masuklah kita kedalam, kunyalakan lampu dan kuletakan semua kursi untuk menghalangi pintu masuk.
“Berbaringlah di sini dan aku akan mencari pertolongan pertama di UKS,” kataku.
“Hati-hati!”
“Ya Dan,”
UKS sekolah ini berada dipojok ruang guru, jadi sekali lagi aku harus kembali ke tempat makhluk yang tadi menyerang kami berada. Sesampainya aku di ruang guru, ternyata makhluk itu tak lagi sendiri. Ada 3 makhluk sejenis di ruang itu. Ku berusaha sekuat tenaga melawan makhluk itu, tiba-tiba 1 dari makhluk itu muntah ke arahku dan muntahannya ternyata sejenis zat asam. Ku lepas bajuku dan tak kuhiraukan lagi makhluk itu. Dipikiranku saat ini adalah untuk menolong Dan.
Kubuka pintu UKS, kucari apapun yang bisa untuk meredakan sakit. Dan kutemukan beberapa antiseptik, beberapa botol insulin dan beberapa gulung perban. Kuambil juga beberapa alat injeksi yang belum terpakai. Lalu kubuka lemari UKS untuk menemukan sesuatu yang dapat kupakai, untungnya ada rompi didalam lemari itu. Kupakai rompi itu dan secepatnya aku kembali ke ruang komputer.
Sekembalinya aku ke ruang komputer. Sesegera mungkin ku perban luka Dan setelah memberikan antiseptik padanya juga sedikit suntikan insulin untuk mengembalikan tenaganya. Tak lupa aku juga memakaikan rompi yang kutemukan tadi pada Dan.
“Terimakasih Tama.”
'Dan' berusaha bangkit lalu ia menyalakan komputer master. Tapi ada satu masalah, saat komputer itu dinyalakan.
“Oh tidak, komputer ini perlu disk master,” kata Dan.
“Apa?” sahutku
“Ayo kita cari disk masternya!”
Kami mengobrak-abrik tumpukan barang bekas yang tergeletak di lantai, demi menemukan disk master itu. Pandanganku lalu tertuju kearah lemari kecil kearah satu meja. Disitu aku melihat ada tumpukan disk.
“Hey 'Dan' lihat itu!”
“Mungkinkah?” kata Dan sembari menghadapku.
“Ayo kita periksa!” kataku sambil berharap.
Setelah kami mencari ternyata ada satu disk yang bertuliskan disk master.
“Ayo kita coba,” seru Dan.
Saat kita mencoba timbul masalah lain.
“Ada apa Dan?” tanyaku penasaran.
“Ada password yang harus dimasukan,” jawab Dan.
“Apa yang mungkin dijadikan password oleh guru TIK kita?” tanyaku bingung.
“Mungkin motto sekolah kita?”
“Mungkin saja,” jawabku singkat.
Dan lalu menulis “a gureto purasu to be sumaruto” dan komputer pun dapat di operasikan. Kami mencari data tentang pak Maman tadi. Kemudian saat kami temukan kami mendapat data sebagai berikut :

Nama : Maman Abdurahman
Ttl : Sidoarjo, 13 Februari 1964
Alamat : Jl. Setyo Budi no. 13
Motto : Jangan takut untuk mencoba hal baru
Cita-cita : Hidup abadi

Kami pikir cita-citanya merupakan hal yang aneh untuk jaman modern seperti ini. Tapi kami lalu menemukan blognya, semua filenya berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan rumus kimia yang tidak kami mengerti dan yang paling mengejutkan kami adalah semua koleksinya berbau RESIDENT EVIL. Mulai film hingga game, ia juga mencatat virus apa saja yang terdapat dalam film itu dan juga serum-serum apa yang ada didalamnya.
“Apakah ia bermaksud hidup abadi dengan menggunakan Virus X ini?” tanyaku pada Dan.
“Mungkin ia berusaha menyempurnakan serum-serum ini agar bisa hidup abadi,” jawab Dan.
Tiba-tiba saat kami mengobrol tadi ada kontak dari luar. Itu berasal dari YM komputer ini yang ternyata akan aktif saat komputer dinyalakan.
“Ha......lo ...... apakah ma......sih ..... a....da . orang.”
“Ya...ya kami disini,” jawab kami tergesa-gesa sembari menyalakan webcam.
“A......pa .. anda . baik-baik sa....ja?”
“Ya kami berdua baik baik saja.”
“Oke tunggu disana, kami akan segera memberikan bantuan melalui helikopter.”
Dan panggilan singkat itu pun mati.
“Kurasa informasi yang kita dapat untuk saat ini cukup, ayo kita pergi dari sini,” kata Dan
“Akan kemana kita?” tanyaku
“Keruangan penjaga sekolah dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya,” kata Dan serius.
“Akan kubawa ini.”
“Apa itu?” tanya Dan sambil menoleh ke arahku.
“Ini alat setrum listrik yang menggunakan baterai dan baterainya terisi penuh. Mungkin akan berguna nanti,” jelasku.
Kami menuju ruang penjaga sekolah. Masuk ke ruangannya dan ruangan itu kosong. Ada sebuah meja kecil. Kami membukanya dan menemukan catatan penjaga sekolah. Kami membacanya.

Desember, 1 2007
Ada seorang guru baru masuk ke sekolah ini. Beliau adalah guru kimia yang menggantikan guru yang telah pensiun beberapa hari yang lalu. Ku rasa beliau orangnya ramah dan mudah bergaul.

Desember, 7 2007
Hari ini sibuk sekali, banyak pekerjaan yang harus kulakukan. Untungnya guru baru itu bersedia membantuku karena beliau selalu pulang paling akhir.

Desember, 10 2007
Peringatan hari antikorupsi, para siswa diajar oleh guru-guru untuk berpartisipasi dalam hari ini. Guru baru itu pun berpartisipasi walau korupsi bukan hal yang dikuasainya.

Desember, 15 2007
Guru itu terasa lain hari ini. Beliau terlihat sedikit pendiam dan tidak banyak bicara hari ini. Aku melihatnya pulang agak larut hari ini.

Desember, 19 2007
Aku melihatnya masih sibuk dengan entah apa hari ini. Di Lab. Kimia saat itu, beliau entah sedang menyuntikan sesuatu kedalam tubuh seekor tikus. Kulihat tidak terjadi apa-apa pada tikus itu.

Desember, 22 2007
Beliau kembali di Lab. hingga larut malam hari ini. Di terlihat kegirangan hari ini saat ia menemukan entah apa yang sedang dibuatnya.

Desember, 23 2007
Aku tak melihatnya pulang semalam. Hingga hari ini ia dikabarkan hilang oleh polisi..............

Selesai kami membaca tiba-tiba dari di belakang kami muncul sosok makhluk lain yang yang sejenis lagi dari dalam lemari. Ia berusaha mencakar kami, langsung saja kami menghindar. Lalu ku tancapkan pisauku ini berkali-kali pada leher makhluk itu hingga ia tak bergerak lagi.
“Ayo kita pergi!’’ kataku.
Saat akan pergi ternyata makhluk itu masih hidup dan mencengkram kakiku. Dengan sigap Dan menginjak kepala makhluk itu sampai pecah untuk menolongku.
“Situasinya makin gawat saja,” kataku.
“Ayo kita ke ruang peralatan, kita cari sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk bertahan hidup sampai helikopter datang,” kata Dan dengan bersungguh-sungguh.
Dalam perjalanan menuju ruang peralatan kulihat jam pada layar ponselku.
“Heh, pukul 11 malam,’’ batinku.
Sampailah didepan ruang peralatan. Dan berusaha membukanya.
“Kenapa Dan?” tanyaku ingin tahu.
“Kurasa pintu ini rusak,’’ jawab Dan.
“Lalu bagaimana?”
“Ayo kita dobrak!” jawab Dan tegas.
Tapi saat kami akan mendobrak, kenop pintu terlihat akan dibuka dari dalam. Aku lalu berteriak,” Ada orang didalam?”
“Tolong aku sudah disini sejak kemarin,” jawab seseorang.
“Apa yang kau lakukan kemarin?” tanyaku pada dia yang suaranya terdengar seperti perempuan itu.
“Setelah les kemarin aku ke sekolah untuk mengambil bukuku yang tertinggal, lalu muncul makhluk-makhluk aneh itu dan aku mengunci diriku disini. Tapi sekarang aku tak bisa keluar karena pintunya macet.’’
“Mundurlah agak kebelakang, kami akan mendobrak pintu ini!”
Usaha kami mendobrak ternyata sia-sia. Pintu yang terbuat dari baja usang ini tak bergeming sedikitpun.
“Hei kurasa ada pintu kecil disini, tapi aku tak tahu dimana ujung pintu ini. Maukah kalian mencarinya? Kelihatannya pintu ini hanya bisa dibuka dari bawah ruangan ini,” teriak gadis itu.
“Baiklah, kami akan mencarinya,’’ jawab kami singkat.
“Kurasa ini peta untuk menuju pintu bundar di bawah ini,’’ kata gadis itu sambil melemparkan secarik kertas melalui ventilasi.
Setelah kita pelajari peta itu, ternyata pintu lain peta itu berada di kantin belakang yang tempatnya bersebelahan dengan toilet cowok.
Kami menuju kesana. Kulihat sekeliling, kantin ini memang sedikit jorok bagiku karena bersebelahan dengan toilet. Tapi entah mengapa kantin ini selalu ramai oleh siswa khususnya cowok, ya walaupun untuk merokok atau untuk hal buruk lainnya.
Kucari pintu yang menghubungkan ruang ini dengan ruang peralatan. Tapi tak ku temukan. Kemudian kulihat Dan melihat gentong tua yang ada di pojok ruangan. Gentong ini terlihat sudah berdebu dan penuh dengan sarang laba-laba.
Tiba-tiba 'Dan' berseru,’’ Hei bantu aku menggeser gentong ini.’’
Memang sekilas kulihat gentong itu tidak mungkin dipindahkan oleh satu orang saja. Melihat besarnya gentong itu kupastikan gentong itu mungkin dapat menampung sekitar 30 liter air.
Dengan susah payah kami berdua menggeser gentong itu dan ternyata ada sejenis ruang bawah tanah yang ditutup oleh sebuah papan diatasnya. Kami buka papan itu dan ada tangga yang menuju ke ruang bawah.
Saat menuruni tangga aku berpikir untuk apa sekolah membuat ruang bawah tanah seperti ini tapi setelah sampai dibawah terjawablah pertanyaanku. Ternyata ruangan ini adalah saluran pembuangan. Semua pipa pembuangan menuju saluran ini termasuk pipa pembuangan di toilet.
“Ugh, baunya tidak sedap,’’ kataku sambil menutup hidung. “Kira-kira saluran pembuangan ini untuk apa ya?’’
“Mungkin untuk memudahkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Lihat saja, banyak pembalut yang dibuang ke toilet oleh cewek-cewek. Padahal pembalut kan bukan benda yang mudah dibusukan oleh bakteri begitu saja,’’ jelas Dan yang ahli dalam ilmu sains seperti ini.
Kami terus berjalan menyusuri tempat bau ini. Tiba-tiba ada sesuatu terjatuh ke tanganku.
“Apa ini 'Dan',’’
Dan mencium benda yang tadi jatuh di tanganku.
“Ini guano, atau kotoran kelelawar,’’ jawab Dan
Kami melihat ke atas dan ternyata banyak kelelawar yang tidur di langit-langit saluran pembuangan ini. Kami berusaha berjalan setenang mungkin agar tidak mengganggu para kelelawar tadi.
Kami meneruskan jalan kami dan Dan terlihat menginjak sesuatu yang ternyata itu tikus yang kemudian lari dan menimbulkan bunyi citcitcit sehingga membangunkan kelelawar yang tadi tertidur.
Kelelawar tadi sontak menyerang kami tanpa ampun dan kami hanya dapat membela diri dengan pisau yang selalu kami bawa-bawa tadi. Beberapa kelelawar mati terkena pisau kami dan sisanya memilih mundur dari pada harus bernasib sama dengan teman mereka yang lain.
Langkah kaki pun berhasil menuntun kami sampai di ujung lorong. Disana ada juga tangga yang membimbing kami ke ruang peralatan. Kami menaikinya dan memang ada kunci yang hanya bisa dibuka dari bagian sini.
Dan membukanya, kemudian kami menemukan cewek yang tadi ngobrol kepada kami. Dia ternyata Arufi, dia adalah cewek aktif yang gemar ikut kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Dia adalah anak seorang guru agama islam yang selalu memakai kerudung saat beraktifitas diluar rumah. Walau begitu tapi ia tidak terlihat seperti orang yang kolot yang tidak mau menerima perubahan.
Lantas kami menolongnya dan sebelum pergi kami mencari beberapa benda yang mungkin dapat kami gunakan. Saat itu kami menemukan bilah dan kampak, mungkin itu dulu digunakan penjaga sekolah untuk memotong ranting rapuh pada pohon yang telah tua. Sedangkan Arufi kuberi pisau yang kami gunakan tadi.
“Akan kemana kita?” tanya Arufi.
“Kita akan mencari apa saja yang dapat kita gunakan untuk bertahan hidup,’’ jawab Dan.
“Tapi apakah tidak lebih baik kalau kita kembali ke ruang komputer dulu. Mungkin ada kontak saat kita pergi tadi,’’ saranku.
“Mungkin juga,’’ kata Dan.
Kita pun kembali melewati saluran pembuangan yang bau tadi, tapi tidak ada kelelawar seekor pun kali ini. Kami pun keluar dari kantin dan menuju ruang komputer. Dan entah kenapa, tiba-tiba Arufi menjerit.
“Help!!!!!,’’ jerit Arufi.
Kami berdua menoleh. Arufi ditangkap oleh tiga makhluk seram yang tadi yang juga telah menyerang kami sebelumnya.
Serentak ku kampak makhluk di kanan Arufi dan diikuti oleh 'Dan' yang menebas kepala makhluk di kiri Arufi. Melihat kami, Arufi pun tak mau kalah. Ia menendang makhluk yang ada dibelakangnya hingga terjengkal. Aku tak tinggal diam ku arahkan kampakku ke lengan makhluk itu, putuslah dan lengan itu mengeluarkan cairan yang berbau busuk. Karena tidak mau ada masalah yang lebih gawat lagi meninggalkan kantin tua itu.
Di ruang komputer, kami bertiga kembali mencari data tentang guru kita baru itu. Di komputer master tanpa sengaja, Dan berhasil meng-hack blog dari pak Maman tersebut. Banyak hal rahasia yang mungkin para guru pun tidak tahu mengenai hal ini, termasuk susunan virus X yang sedang di teliti oleh pak Maman.

Berikut ini beberapa catatan tentang virus X yang ditulis oleh pak Maman :

Virus X
Virus ini dapat memproduksi sel tubuh lebih cepat dari manusia normal, sehingga proses penuaan tubuh tidak akan terjadi. Efek yang terjadi jika virus ini masuk dalam tubuh ialah membuat peredaran darah keseluruh tubuh lebih cepat dari biasanya.
Tapi jika tubuh yang ditanami virus ini tidak kuat menahan kencangnya arus darah, maka akan terjadi pembengkakan dan akhirnya bagian tubuh akan pecah dan mengeluarkan darah. Pecahnya anggota tubuh ini tidak mengakibatkan suatu kematian karena sel akan terus diperbaharui.
Disisi lain karena tubuh tidak mati karena pecahnya suatu angot tubuh, virus ini juga menyebabkan kehilangan kesadaran pada yang terjangkit. Mungkin juga bisa disebut seperti mayat hidup. Selain itu sel ini juga dapat bergabung satu sama lain.
Tapi aku tidak akan mati. Maman.
“Sialan, jadi makhluk yang kita kampak bertubi-tubi tadi tidak mati,” kataku kesal.
“Sudahlah, mungkin dalam blog pak Maman ini ada penyelesaian masalah kita saat ini. Ingat, sesungguhnya dibalik kesusahan itu pasti ada jalan,’’ kata Arufi menenangkanku.
Tanpa menghiraukan kami berdua, Dan terus mengarahkan mouse kebawah hingga kami melihat satu artikel berjudul “Jika Percobaanku Gagal”. Kami bertiga melihatnya, ternyata artikel itu berisi bagaimana mengatasi masalah yang terjadi pada kami saat ini.

Jika Percobaanku Gagal
Jika catatan ini telah ditemukan maka terbukti bahwa percobaanku telah gagal. Mengetahui bahwa orang yang terjangkit virus X tidak bisa dibunuh atau mati, aku menulis catatan ini.
Virus X adalah virus yang akan selalu berregenerasi jika inangnya terluka. Maka jika hanya memotong salah satu bagian tubuh inang, itu tidak akan membunuh virus ini. Cara membunuhnya ialah meniadakan inang.
Kupikir jika ada yang menemukan catatan mayat hidup pasti mereka ikut terinfeksi atau mereka akan segera keluar kota untuk menghindar. Karena itu, aku telah menyiapkan beberapa peledak yang cukup untuk meledak seluruh kota ini.
Peledak itu tersimpan di salah satu tempat di ruang kesenian sekolah ini. Dan ruangan itu hanya bisa di buka dengan “Rest In Piece Melody”......

Catatan itu berakhir, tak lama kemudian ada kontak dari luar.
“Hei apa kalian baik-baik saja? Helicopter akan sampai setengah jam lagi.”
“Ya kami baik-baik saja,” jawab Dan tegas.
Suara itu mati.
Tanpa buang waktu kami menuju ruang kesenian yang tak jauh dari ruang komputer ini. Kami hanya harus menyebrangi ruang tata usaha dan ruang guru.
Sampailah kami diruang kesenian itu. Disana ada beberapa buah gitar, satu set drum dan sebuah keyboard. Aku dan Dan saling menoleh karena kami berdua tidak dapat memainkan salah satu dari alat musik yang ada diruangan ini.
Lalu aku mendengar suara dari arah keyboard itu berada, kami menoleh. Ternyata Arufi yang menekan salah satu tuts dari keyboard itu.
“Kau bisa?” tanyaku.
“Mungkin,’’ jawab arufi singkat.
Tak berselang lama, ia memainkankannya. Sentuhan jari lentik pada keyboard itu sungguh merdu bagiku, tapi entah mengapa ia berhenti.
“Kenapa?” tanyaku.
“Aku lupa bagian akhir dari lagu ini,” jawab Arufi.
“Gawat,’’ seru Dan.
“Kupikir tidak ada cara lain selain mencari note yang asli,’’ sran arufi pada kami.
Ada lemari besar disudut ruangan. Kudekati lemari itu. Kulihat lemari itu tergembok. Karena kupirir buang-buang waktu saja mencari kunci lemari ini, maka kukampak saja gembok tua pada lemari ini. Dan terbukalah.
Tertegun sejenak aku melihat betapa banyaknya kertas note di dalam lemari itu. Karena melihatku yang bengong, Dan pun berkata.
“Hey, kenapa bengong?”
“Gimana aku gak bengong, liat aja tumpukan kertas sebanyak ini. Mana aku tahu yang mana notenya,’’ jawabku.
Dan menuju kearahku.
“Hm..., mungkin akan sedikit sulit.’’
“Gak ada waktu buat bengong lagi. Ayo kita cari note itu secepatnya. Waktu kita udah gak lama lagi,’’ kataku sambil bergegas mencari note itu.
Note ini diletakan tiak sesuai abjad, jadi membuat kami mengalami kesulitan untuk menemukannya.
“Gimana? Udah ketemu belum?” tanya Arufi yang masih terus merangkai beberapa note yang ia ingat diatas keyboard.
Setelah agak lama, Dan menemukan note itu. Dia langsung menyerahkan pada Arufi. Tanpa menunggu aba-aba Arufi memainkannya. Sungguh merdu alunan keyboard yang di set dengan suara piano itu.
Semua note telah dimainkan, ada sebuah getaran berasal dari tembok di sebelah kiri kami. Tembok terbuka, kami memasukinya dan menemukan bubuk mesiu dan berbagai benda bertuliskan TNT.
Kami mengusung barang-barang berbahaya itu keluar. Kami menatanya melingkar ditengah lapangan basket yang lenggang. Tapi saat kami hendak menyiapkan sumbu untuk peledak masalah lain datang.
Mayat hidup yang telah kami lukai tadi kelihatannya menyatukan sel mereka sehingga besar mayat hidup yang akan menyerang kami saat ini tiga kali lebih besar dari sebelumnya.
“Ini musuh terakhir kita Dan,’’ kataku serius pada Dan.
Dan hanya mengangguk. Kami menyerangnya bersama tapi dengan sekali pukulan makhluk itu berhasil menjatuhkan kami berdua.
Aku bangkit dan berusaha memulihkan tenagaku. Kuarahkan kampakku pada lengannya. Tertancap kampakku dilenganya tapi tidak memberikan efek apapun. Ia malah meninju dadaku hingga aku terjatuh kembali. Mulutku pun mengeluarkan darah.
Dan yang melihatku akan diserang kembali oleh makhluk itu tak tinggal diam. Dan berlari kearah makhluk itu, mengarahkan bilahnya kearah kepala makhluk itu tapi makhluk itu lebih dulu memukul dagu Dan hingga berdarah.
“Dan, Tama kalian tidak apa-apa,’’ jerit Arufi khawatir.
Makhluk itu mendekati Dan, memegang tangannya kemudian membanting Dan ketanah. Seketika itu pula Dan pingsan.
Arufi mendekati Dan, dan berusaha menyadarkan Dan. Saat terlihat makhluk itu akan melukai Arufi, aku berlari kemudian menabrakan diriku ke makhluk itu.
Makhluk itu tidak bergeming. Ia mencekikku. Arufi berusaha melepaskan diriku dari cekikan makhluk ini. Makhluk inipun tak tinggal diam, tangannya yang satu lagipun mencekik Arufi.
Saat kami berdua hampir kehabisan napas, aku mendengar suara helikopter mendekat. Sejurus kemudian ada suara tembakan, kulihat tembakan itu mengenai mata mayat hidup ini hingga ia menjerit kesakitan sambil menutup kedua matanya.
“Hah, bantuan datang, cepat masuk ke heli’’ kataku pada Arufi dengan nafas yang masih sesak.
Aku membopong Dan yang masih pingsan ke heli, menidurkannya pada bangku heli. Mayat hidup itu tidak tinggal diam mengetahui kami akan pergi. Ia berlari kearah kami. Seorang yang membawa senjata revolver terus menembaki mayat hidup itu walaupun sebenarnya tak berarti apa-apa.
Teringatlah aku pada bubuk mesiu dan TNT yang kami susun tadi.
“Pak cepatlah keatas dan tembak tabung mesiu yang kami susun ditengah itu,’’ kataku.
Ditembaklah tabung-tabung yang mudah meledak itu. Sambil terus meningggalkan kota kami yang tercinta, kami melihat kehancuran kota kami yang diakibatkan oleh ledakan tadi. Tapi itu semua adalah bagian dari usaha menyelamatkan umat manusia.
Kota kami yang hancur pun kini telah tidak tercantum dalam peta manapun. Selamat tinggal kota kami tercinta, ini adalah kesempatanku untuk hidup.................................



END



With Darkness

Yami Riyan Akira

Minggu, 03 Januari 2010

Teman Dari Dunia Lain
Prolog....
Banyak orang mengumpul dirumah yang ada dibelakang sekolah. Karena sudah lama tidak dihuni orang,wargapun membongkar rumah itu. Saat membongkar rumah itu,para tukang menemukan sebuah peti. Setelah dibuka,isinya seorang mayat perempuan yang diduga murid dari SMP MULYA II. Para guru mendatangi tempat tersebut. Salah satu dari guru guru tersebut adalah wali kelasnya. Memang sempat dikabarkan ada siswi kelas 7A yang menghilang. Namanya Rahma. Ciri cirinya sama dengan mayat tersebut. Segeralah mereka memakamkannya.

Awal mulai
Tak seperti biasanya,sekolah menjadi sepi. Tapi aku terus melangkahkan kaki untuk masuk kedalam sekolah. Setelah aku masuk kekelas,ada satu murid yang sudah datang. Sepertinya,dia datang paling awal. Namanya Adit. Dia sahabat yang paling baik yang aku punya.
Beberapa saat kemudian murid murid lainnya datang. Pelajaran dimulai. Tiba tiba ibu guru memperkenalkan murid baru,bernama Rahma.
Jam istirahat tiba,aku dan Adit berkenalan dengan Rahma. Setelah aku bersalaman dengan Rahma,aku merasa ada yang aneh. Tangannya dingin seperti es,tangannya juga agak kaku,tubuhnya putih seperti mayat saja dan waktu aku deket ama dia,bulu kudukku berdiri semua. Tapi,aku mengabaikan itu.
Aku,Adit dan Rahma pulang sama sama. Kami berpisah dengan Rahma di pertigaan jalan.
“Lho. Lihat! Rahma kok menuju arah itu?” tanya Adit yang melihat Rahma menuju arah makam.
“Alah,mungkin dia mau ziarah dulu ke makam orang tuanya kali.” Jawabku asal.
Pagi harinya,kami bertiga pergi ke kantin.
“Kamu mau pesan apa,Ma?” tanyaku kepada Rahma.
“Tidak usah. Tadi aku sudah makan dirumah.” Kata Rahma.
Akhirnya aku dan Adit saja yang makan. “Rahma,kemarin waktu pulang sekolah kok kamu mengarah ke jalan yang menuju makam sih?” tanya Adit penasaran.
“Ehm...aku lagi ziarah ke makam orang tuaku.” Jawab Rahma dengan lembut.
“Nah,apa kubilang? Bener kan? Ha...ha...ha...” Aku senang karena jawabanku kemarin betul.
Waktu pelajaran bahasa jepang,Rahma sangat mahir mengucapkan bahasa bahasa yang sangat sulit itu. Dia memang anak yang cerdas,lembut,penuh pengertian dan baik hati. Saat pulang sekolah,kami pulang bersama sama lagi. Tapi,lagi lagi Rahma mengarah menuju makam. “Eh,kenapa setiap hari dia menuju arah itu? Kalo ziarah,gak mugkin setiap hari.” “Mungkin rumahnya ada didekat sana kali.”
Keesokan paginya,Adit bertanya lagi kepada Rahma. “Rahma,kenapa setiap pulang kamu pergi kemakam? Masa ziarah setiap hari?” “Oh iya,aku belum cerita ya? Rumahku sebetulnya ada didekat sana.”
“Yes. Jawabanku betul lagi! Adit lihat,jawabanku betul kan?”Tapi,aku heran,kenapa jawabanku slalu betul?.
“Kenapa sih jawabanya Cantika selalu betul?huh...!” gumam Adit yang iri karena jawabanku slalu betul.

Petualangan Kami
Suatu hari ketika kami pergi keruang komputer,kami menemukan sebuah dokumen. Isinya sebagai berikut:

Nama siswa siswi yang hilang:
1. Diah Ningsih 12-05-2004
2. Riyanti 10-10-2004
3. Beni Pamungkas 11-11=2005

Belum selesai kami membacanya,tiba tiba Rahma merebutnya dan menyobeknya menjadi kertas kertas kecil.
“Kamu kenapa sih?” bentak Adit kepada Rahma.
“Hiks....hiks...” Tiba tiba Rahma meneteskan air matanya.
“Rahma,kamu kenapa?” tanyaku padanya.
“Aku gak mau baca itu,itu dokumen sial. Karena mencari para siswa yang hilang itu orang tuaku meninggal.”jawabnya dengan menangis.
“Baiklah Rahma. Tidak apa apa. Aku mengerti.” Kataku sambil menenangkannya.
Adit mencari cari dokumen lagi. Yang kami temukan sebagai berikut:

Catatan Siswa
Aku Wati,salam kenal. Aku kelas 7A. Aku menguasai berbagai bahasa. Bahasa Jepang,bahasa Inggris,Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Aku tinggal dibelakang sekolah bersama kedua orang tuaku. Guru yang paling baik,menurutku adalah pak Ridwan,wali kelasku.

Aku dan Adit kaget membaca dokumen itu.”kenapa namanya kok di blok?”bingung Adit. “Dia pintar Bahasa. Mirip kayak kamu. Bagaimana kalo kitaselidiki?”usulku.
“Benarkah? Mungkin itu hanya kebetulan. Lagipula,itu kan dokumen lama. Mana mungkin,rumah yang dia tempati masih ada?” jawab Rahma. “Baiklah,tidak jadi.” Jawabku.
Karena penasaran,aku dan Adit berniat untuk menyelidikinya. Pulang sekolah kami tidak bersama Rahma. Kami langsung pergi ke belakang sekolah. Pada saat itu Rahma sudah pulang.
Ternyata benar. Ada reruntuhan bekas bangunan rumah dibelakang sekolah. Kami berdua ingin masuk. “Jangan masuk!!” Terdengar suara. Itu adalah penjaga sekolah.
Penjaga sekolah itu mendekati kami dan bercerita tentang rumah itu.
“Sebetulnya,dulu rumah itu dihuni keluaraga yang hidupnya bahagia. Tapi beberapa hari kemudian orang tua si anak bertengkar besar. Entah apa penyebabnya. Lalu,saat orang tuanya saling lempar barang,tanpa sengaja sebuah guci melayang dan mengenai kepala si anak dan anak itu meninggal ditempat. Karena takut,orang tuanya menyimpan si anak di sebuah peti dan ditaruh digudang. Lalu,orang tuanya pindah dan meninggalkannya di rumah itu. Warga memang sempat membongkar rumah itu,dan menemukan mayat si anak. Katanya anak itu juga salah satu murid SMP MULYA II.” Jelas bapak itu.
“Siapa nama anak itu?” tanya Adit. “Saya juga tidak tahu. Saya permisi.” “terima kasih pak” kami mengucapkan terima kasih kepada bapak itu.
“Kasihan ya anak tadi,meninggal karena ketidak sengajaan orang tuanya. Aku merasa sedih.” “Tapi orang tuanya juga kebangetan,masa anaknya gak disemayamkan dengan baik. Malah ditinggalin gitu aja.” Adit kesal.
Kami pulang menelusuri jalan yang mulai gelap. Kami memandang setiap arah. Saat menoleh kebelakang tiba tiba,aku merasa ada perempuan berbaju putih lewat di depanku. Tak berapa lama,para arwah berdatangan. Mulai dari pocong,tuyul,kuntilanak dll. Sekilas nampak wajah Rahma diantara arwah arwah itu. Dan dalam 1 kedipan Rahma menghilang. Tapi tidak begitu dengan arwah yang lain. Mereka tidak mau pergi dari kami. Kami sudah dikepung. Kami berusaha lari. Pada saat lari,Adit terjatuh dan para arwah itu semakin mendekat.”hen..ti...kan!!” terdengar suara arwah lain. Seketika arwah arwah itu menjauh. Kami pun segera pergi. Ditengah jalan,kami berpapasan dengan Rahma.
“Lho kalian dari mana? Kok lari lari?” tanya Rahma.
“Tadi kami berdua habis jalan jalan dulu. Tapi waktu kami sampai di pertigaan menuju rumahmu,kami dikepung oleh beberapa arwah.”jelas Adit.
“Arwah? Kalian pasti mimpi deh. Mana ada arwah sih? Jaman gini,masih percaya aja yang gituan.” Rahma tidak percaya.
Setelah kami menjelaskannya pada Rahma,kami berdua pulang. Sesampainya dirumah,aku dimarahi mamaku. Karena pulang malam. Aku menjelaskannya pada mama,tapi tidak percaya.
Besok adalah hari Minggu,aku,Rahma dan Adit akan janjian pergi kerumah Raka. Rumahnya ada dibelakang sekolah,didekat reruntuhan rumah yang kemarin aku dan Adit datangi.
Kami bertiga pergi kerumah Raka. Tiba tiba Rahma berhenti didepan reruntuhan rumah itu.
“Ada apa? Kok berhenti?” tanyaku padanya.
“Gak. Ayo kita kerumah Raka!” jawabnya.
Kami sampai dirumah Raka,kami menanyakan tentang rumah disamping rumahnya. Tapi, jawabannya sama aja dengan penjaga sekolah. Dia juga tidak tahu sapa nama anak yang meninggal itu dan nama orang tuanya.
“Kira kira siapa yang tahu?” tanya Adit.
“Aku tahu. Anak itu bernama Wati. Ayahnya Alfian dan ibunya Sofia. Orang tuanya bertengkar karena sang ayah dituduh selingkuh dengan teman kantor ibunya. Tapi ayahnya tidak terima. Terjadilah pertengkaran itu.” Sahut Rahma.
“Dari mana kamu tahu? Penjaga sekolah yang sudah lama saja tidak tahu apa penyebabnya. Kamu kok tahu? Apa kamu saudaranya?” tanyaku.
“memang benar. Aku adalah teman baik Wati. Pada saat kejadian aku ada di depan rumahnya. Aku melihat kejadian itu dari jendela.” Balasnya
“Lalu,siapa yang melempar guci hingga mengenai kepala Wati?”Tanya Raka.
“Ayahnya. Waktu itu ayahnya ingin melemparkannya kepada ibunya. Tapi terkena kepalanya Wati saat melerai mereka berdua.” Jawab Rahma.
“Lalu,kenapa orangtuanya meninggalkan Wati dirumahnya?”giliranku.
“Aku tidak tahu.” Kali ini Rahma tidak bisa menjawab.
“Kita harus menyelidikinya.” Usul Adit.
Aku dan Raka mencari informasi keberadaan orang tuanya. Sedangkan Adit dan Rahma menyelidiki tempat kejadian.
Sore harinya kami ngumpul. “Gimana,udah dapat info?” tanya Adit pada kami.
“Belum. Kamu udah menemukan sesuatu?”
“juga belum.”
“hah....” kami bertiga menghela nafas dalam dalam. Hanya Rahma yang masih kelihatan serius.
Keesokan harinya kami mencari Informasi. Aku dan Raka mendapat informasi keberadaan orang tua Wati.”Cantika! Aku dah tahu keberadaan orang tuanya.” “Bagus Raka. Ayo segera kesana.” Ayo.
Kami mendatangi rumah orang tua Wati. “Ada apa dek?” “apa benar ini rumah pak Alfian dan bu Sofia?” “Iya. Saya bu Sofia” jawab wanita itu.
“Apa ibu punya seorang anak perempuan?” “Iya. Dulu saya punya. Tapi sudah meninggal beberapa tahun lalu.” “begini bu,kami berdua ini sebenarnya ingin tahu mengapa ibu dan pak Alfian meninggalkan jasad Wati?”
“Sebetulnya,saya tidak setuju meninggalkannya. Tapi ayahnya memaksa ibu untuk pindah.”
“Apa ibu tidak menyesal?”
“Saya sangat menyesal. Saya ingin minta maaf sama dia. Dia anak satu satunya yang saya punya. Anakku.” Kata ibu itu sambil menangis.
“Tapi mau bagaimana? Menyesal juga sudah terlambat. Oh iya,kenapa ibu tidak ketempat ibu tinggalkan Wati?” usul Raka.
“Raka,usul kamu bagus juga. Bagaimana? Ibu setuju? Sekalian saja pak Alfian diajak.” “Sebetulanya pak Alfian juga sudah meninggal beberapa hari setelah pindah rumah.”
Kami pergi ketempat kejadian. Tapi,setelah meliahat ibu Sofia,Rahma pergi. Seperti ketakutan. “Wati!! Maafkan bunda nak. Bunda terpaksa meninggalkanmu karena paksaan ayahmu nak. Wati kini,ayahmu telah mendapat balasan setimpal dengan apa yang telah ia lakukan padamu. Maafkan Bunda. Bunda tidak dapat menyelamatkanmu.”
“Bun...da....!! aku..sayang...Bunda...!! bunda....jangan..tinggalkan Wati lagi...!!” terdengar suara. “Bunda tidak akan tinggalkan kamu lagi. Bunda akan tinggal disini lagi nak.”
Beberapa hari kemudian rumah itu dibangun kembali. Ibu Sofia tinggal bersama Arwah anaknya.
Sejak kejadian itu Rahma tidak pernah mucul beberapa hari. Aku,Raka dan Adit pergi keruang komputer. Kami membuka beberapa dokumen. Termasuk dokumen yang telah disobek Rahma beberapa hari lalu. Isinya adalah sebagai berikut:

Nama siswa siswi yang hilang:
1. Diah Ningsih 12-05-2004
2. Riyanti 10-10-2004
3. Beni Pamungkas 11-11-2005
4. Puspita 11-12-2005
5. Rahma Wati 12-12-2005

Ternyata ini penyebab Rahma menyobek kertasnya. Ternyata Rahma adalah murid lama di SMP MULYA II ini yang pernah hilang. Kami terus mencari informasi tentang Rahma. Inilah yang kami dapat:

Salah Satu Siswi Yang Hilang Diduga Meninggal

Desember,20 2007
Banyak warga mengumpul disebuah rumah yang akan dibongkar. Mereka menemukan seorang mayat perempuan yang diduga salah seorang murid SMP MULYA II. Ciri ciri: berambut pendek,kurus,tinggi,langsing dan memiliki bekas luka dibelakang telinga. Ternyata benar,anak ini salah satu murid yang hilang,bernama Rahma Wati.

“Rahma Wati? Jadi,sebetulnya nama asli Rahma adalah Rahma Wati?” kami bertiga saling pandang. “kalo benar itu Rahma teman kita,lalu siapa yang selama ini kita panggil Rahma itu?” kami saling pandang lagi. “Kita baca sekali lagi!”
Kami mendapat info lagi:

Diduga Hidup Lagi

September,15 2009
Beberapa orang melihat ada anak yang mirip dengan Wati,Sangat mirip. Bersama ketiga temannya,dia berkumpul di belakang sekolah. Pada saat ibu Sofia datang bersama kedua temannya. Dia langsung pergi. Ada juga yang melihat dia menghilang,lalu mengeluarkan suara hantunya.

“Raka,Adit! Itu kan peristiwa beberapa hari yang lalu.” Tanyaku pada keduanya.
“benar. Berarti....” Adit ketakutan. “Rahma itu adalah.....”aku yang ketakutan.”Wati!!” sahut Raka.
Kami segera mematikan komputer dan keluar dari ruangan. Seketika langit jadi mendung,gelap dan matahari tak terlihat. Kami segera berlari kerumah Raka. Sampai didepan rumah bu Sofia terdengar suara jeritan”ahh....!!!” kami memutuskan untuk masuk. Kami tidak melihat seorang pun. Bu Sofia pun juga tidak ada. Kami berjalan keruang tengah. Ternyata......sedang ada pesta para hantu. Disana nampak Rahma. “ssstt. Kalian lihat. Mereka sedang pesta. Jangan sampai kita mengganggu.” Bisik Raka pada kami. Kami mencoba mengendap endap keluar. “Adit,Raka,Cantika! Lagi apa kalian?” Arwah Rahma mendekati kami. “Eh,Rahma. Kami cuma mau main kerumah Wati.” “Teman teman maaf ya,kalo selama ini aku bohong. Aku ini Wati. Aku sudah meninggal 2 tahun lalu. Aku hanya ingin menemukan orang tuaku. Jadi aku menyamar.” “Kami mengerti Rahma maksudku Wati.” Raka salah panggil. “Panggil Rahma juga tidak apa.” “ha...ha...ha...”
Akhirnya kami ikut pesta bersama para hantu. Walaupun aku takut,tapi gak mungkin aku menolaknya. Kan yang ngajak Rahma.
1 minggu kemudian, saat aku,Adit dan Raka ke makam Rahma. Ada beberapa arwah yang mengejar kami. Rahma datang dengan sosok arwah lalu menolong kami. “Wah,sekarang kamu jadi polwan hantu ya?” “kalian ada ada saja.”
Kami jalan jalan bersama Rahma. Walaupun sekarang dia bukan manusia lagi,tapi kami tetap berteman.
Setiap malam,slalu ke makam Rahma dan bermain bersamanya. Walaupun harus dikerjain sama arwah brandalan itu. Sejak kami bertiga punya teman dari alam lain,kami tidak takut lagi dengan arwah atau hantu. Malah kami bersahabat. Tapi,aku gak mau berteman sama pocong. Jadi,aku slalu dikerjain Adit dan Raka. Mereka menyuruh teman pocong mereka menakutiku. “ Adit,Raka!!! Akan kubalas kalian!! Tante kunti,serang mereka!!!” karena jumlah pocong lebih sedikit dari kunti,Raka dan Adit kalah. Mereka berdua dijewer sama para kunti.
“Ampuuunnnn!!!” jawab mereka berdua kesakitan.
Pada malam minggu kami tidak kemakam. Karena malam minggu,makam itu ramai. “bosan...gak bisa main sama Rahma.” Kesalku. “Mau gimana? Kalau malam minggu kan ramai. Gak mungkin kita bisa main sama mereka.” Raka menghibur. “kita kerumah Rahma yuk!!” saran Adit. “benar juga. Dari rumahnya kita bisa panggil dia dari makam ke ruamhnya.” Kami pergi ke rumah Rahma.
“Lho kalian mau main sama Wati ya? Kalian kan tahu kalo malam dia main ke makam!” jawab Bu Sofia. “Aku pulang!” Rahma pulang. “Kenapa nak,kok murung?” “Wati gak bisa main. Habis,banyak orang.” “Kita main disini aja.” Usulku. “baiklah.
Walaupun kedengarannya ngeri”Berteman dengan hantu” tapi kita fine fine aja tuh. Pertama kali,emang ngeri. Tapi kan aku dah lama berteman sama Rahma waktu menyamar. Jadi gak ngeri lagi deh.


Teman Teman! Jika kalian sudah baca semua. Contohlah pertemanan mereka! Tidak memilih milih teman. Walaupun temannya dari alam lain,mereka tetap berteman. Amanat yang disampaikan adalah”Jangan Membedakan Teman” seburuk apapun dia tetaplah berteman dengannya. Dan “Jangan Pernah Takut Yang namanya Hantu!” karena manusia adalah makhluk paling sempurna. Merekalah yang akan takut pada kita.





Be Confident


Tsubame

Sabtu, 02 Januari 2010

Orchid boy

Orchid Boy

Ini adalah masa SMA, masa-masa yang dipenuhi keceriaan, masa yang takkan terlupakan selamanya.
“Hai temen-temen, lagi ngapain nih ?’’ tanyaku.
“Oh hai May, kita lagi ngumpul-ngumpul aja koq,’’ jawab Imel seorang temanku. Dia adalah teman baikku sejak kita kecil, dia adalah temanku sejak SD hingga sekarang karena kesetiakawanan kita, kitapun masuk ke SMA yang sama.
“Eh Mel, temen lu itu cantik banget siapa dia?’’ tanya seorang teman Imel yang juga perempuan.
“Oh dia Maya, temen gue sejak kecil,’’ sahut Imel. “May kenalin nih, Dewi namanya.”
“Maya,” kataku.
“Dewi,’’ katanya sambil menjabat tanganku.
“Lagi ngomongin apaan nih? Tadi kelihatannya serius banget,” tanyaku penasaran.
“Ah gak kok May, cuman lagi ngobrolin cowok itu tuh,” jawab Dewi sambil menunjuk seorang cowok.
Kulihat cowok itu yang kurasa cowok itu memang pantas jadi bahan pembicaraan.
“Siapa dia?” tanyaku tanpa sadar.
“Dia Dio,” jawab Imel singkat.
Entah apa yang membuatku tertarik padanya, kurasa dia cowok yang baik. Lalu aku sadari Imel memanggilnya.
“Dio,” teriak Imel.
Dia mendatangi kami, dan menyapa kami bertiga.
“Hai,” kata Dio singkat.
“Kenalin May, ni Dio, dia ini temen sekelas gue,” jelas Imel.
“Salam kenal, aku Dio,” katanya ramah.
Dengan agak sedikit gugup akupun memperkenalkan namaku. “A...aku...Maya,” sambil kusambut tangannya yang hangat itu.
“Oh ya maaf aku gak bisa lama-lama disini, aku harus segera ke lapangan basket,’’ kata Dio sambil terburu-buru meninggalkan kami.
“Memang kenapa?” tanyaku pada teman baikku ini.
“Dio memang suka sekali basket, bisa dibilang bintang basket tetapi entah mengapa ia hanya akan bermain 10 menit terakhir saja,” jelas temanku ini.
“Kenapa kau tidak menanyakannya langsung?”
“Sudah pernah kucoba tapi ia selalu menjawab ‘ah tidak apa-apa’,”
Bel sekolahpun berbunyi, saatnya masuk kekelasku. Pelajaran hari ini membosankan sekali, tapi akan terus kujalani hari-hari sekolahku ini untuk menggapai cita-citaku.
Bel tanda istirihat pun berbunyi. Pelajaran fisika tadipun cukup menguras habis perutku ini, cacingpun mulai demo-nya untuk menurunkan secuil makanan pada lambung kecilku ini.
Saat melewati kelas XI-Sains 3, tanpa sengaja aku melihat Dio. Mukanya terlihat memerah entah karena apa.
“Apakah dia melihat ku?” tanyaku dalam batin.
Tapi karena cacing diperutku semakin genjar berdemo, kulanjutkan langkahku ke kantin sekolah. Setelah demo dapat diredakan aku menemui Imel.
“Mel, tadi Dio merah loh wajahnya pas aku lewat didepannya,” kataku ceria.
“Kapan?” tanya Imel bersungguh-sungguh.
“Waktu istirahat tadi,”
Entah kenapa Imel tertawa terbahak-bahak, akupun bingung dengannya.
“Kenapa Mel?”
“Ah gak kenapa-napa kok, eh gue kasih tau ya May, Dio itu wajahnya merah bukan karena ngeliat lu lagi,”
“Terus?”
“Dia tu lagi ngeliatin anggrek ditaman depan kelas kita, Dio tu suka banget ama yang namanya anggrek, lagipula dia tuh bukan tipe orang yang gampang suka ama cewek,’’
“Apa dia suka sama cowok?,’’ tanyaku spontan.
“Eh gila lu, dia tuh masih normal tau, berkali-kali dia ditembak ama cewek tapi terus ditolak. Lu tau Angel kan, yang dianggap cewek tercantik, terkaya n ter-ter yang lainnya disekolah kita pun ditolak ama dia,”
“Kenapa?”
“Aku juga gak tau,” jawab Imel singkat. “Ngomong-ngomong kenapa lu tadi bilang begitu?”
“Ah gak apa-apa kok,”
“Lu suka ama dia ya?”
“Mana mungkin aku suka ama dia, dia aja kayak gitu orangnya. Lagipula kalau aku suka sama dia apa mungkin dia mau jadi pacarku? Cewek tercantik disekolah kita aja ditolak, gimana aku?’’
Bel pun kembali berbunyi, aku berlari kekelas tapi tanpa meninggalkan sepatuku ini. Jam demi jam pun berlalu dan waktu pulangpun tiba. Aku pulang dengan sempoyongan karena otakku telah dikuras oleh berbagai rumus fisika dan kimia hari ini, ditambah lagi panas matahari yang mematangkan telur jika didadar diatas kepalaku.
Sampai dirumah kurebahkan tubuh ini diatas kasur empuk dikamarku. Kulihat jam menunjukan pukul 2 siang, teringat diriku kalau sholat dzuhur belum kulaksanakan. Segeralah aku bangkit dari tempat tidur, kuganti bajuku ini, mengambil air wudlu dan kulaksanakan kewajiban setiap umat islam ini.
Sholat pun selesai kukerjakan, hidung tajamku ini mulai mencium bau harum dari dapur. Ternyata itu ikan asin kesukaanku yang baru saja lompat dari penggorengan. Tanpa menghiraukan mamaku yang masih sibuk menggoreng ikan itu. Kuambil seekor ikan yang telah matang tentunya dan tak lupa sepiring nasi yang menjadi makanan pokok bangsa Indonesia sejak dulu kala.
Dengan lahap kusantap makanan tadi tak bersisa hingga liur kucingkupun menetes seperti air terjun(lebay). Sisa kegiatan hari itu gak kutulis karena bakalan panjang banget kalau kutulis semua.
Langsung saja esok paginya.
“May besok ada pertandingan basket mau liat gak?” tanya Imel.
“Ah malas ah, besok kan weekend, masak juga harus kesekolah sih,’’ jawabku malas.
“Dio main loh besok!” jelas Imel untuk menarik perhatianku.
“Ah terserahlah,’’
“Okelah kalo begitu,’’ kata Imel sambil meniru gaya ‘Warteg Boys’ yang lagi naik daun kayak ulet. “Gue jemput lu besok jam 8, cepetan mandi besok,’’ kata terakhirnya hari ini.
Kembali esok paginya.
“May cepetan!!!” teriak temanku yang dari dulu gak sabaran ini.
“Iya-iya,’’ jawabku ogah-ogahan.
Sesampainya disekolah, ternyata sekolah sudah dipenuhi cewek-cewek pendukung Dio walaupun Dio saat itu belum datang. Kami mencari tempat duduk yang nyaman untuk kami berdua. Dan aknhirnya pertandingan dimulai dan sorak-sorai cheers mengumandangkan nama Dio walau saat itupun Dio masih belum datang.
“Mana Dio?” tanyaku.
“Lu kangen ya ama dia?” canda temanku. “Dia pasti dateng, tenang aja lu.”
Pertandinganpun terus berlangsung tapi Dio tak kunjung datang sehingga tim sekolah kita ketinggalan lumayan jauh yaitu 76-93. Quarter keempatpun tiba dan sang pahlawanpun akhirnya datang. Sebelum bermain ia membawa sekuntum bunga anggrek ditangannya dan setelah mencium bunga itu ia turun ke lapangan.
Berkat kedatangan Dio tim kita berhasil menang dengan skor 111-96. Pertandinganpun selesai, tanpa mengatakan sepatah katapun Dio langsung pergi dari kerumunan cewek-cewek yang mengidolakannya itu. Tak kuduga sebelumnya, ternyata Dio menuju kearah kami berdua.
“Hai Dio! Bakalan ada pesta kecil-kecilan dong?” celetuk Imel.
Dio tersenyum. “Baiklah, kalian berdua datang aja kerumahku nanti sore.”
Sore harinya dirumah Dio.
Aku bertanya” Beneran ini rumahnya Mel?”. Seraya aku terpana dengan besarnya rumah Dio. Dan tak lupa akupun memperhatikan anggrek yang berada disana-sini.
“Udah masuk aja,’’ kata Imel seenaknya.
Kami berdua mengucapkan salam dan Dio yang membuka pintupun langsung mengajak kami berdua masuk. Dio menajak kami untuk ngobrol ditaman belakang. Disanapun aku kembali terpana dengan banyaknya anggrek disini, bahkan ada beberapa jenis anggrek yang tak kukenal.
Dio kembali masuk kedalam dan tak beberapa lama ia keluar dengan membawa minuman dan camilan.
Karena penasaran dengan anggrek tadi, akupun menanyakan kepada Dio jenis-jenis anggrek yang belum pernah kulihat tadi. Dengan sangat jelas Dio menjawab berbagai pertanyaan dariku. Lalu saat berkeliling tamannya aku melihat anggrek yang menurutku paling cantik dari semuannya.
“Anggrek apa itu Dio,’’ tanyaku sambil menunjuk salah satu dari anggrek itu.
“Apaan sih?” kata Imel sambil melongok dan melihat apa yang sedang kutunjuk dan masih terus mengunyah camilan yang memenuhi mulutnya.
Sambil tersenyum hangat, Dio menjawab,’’ Itu anggrek salju.’’
“Aku baru denger.’’ Kataku singkat.
“Itu adalah satu-satunya anggrek yang bisa bertahan selama musim dingin di Eropa. Itu adalah anggrek terindah yang menjadi kesayanganku’’
Karena sibuk melihat-lihat anggrek, tanpa terasa aku telah berada sendirian di taman yang cukup luas ini. Aku mencari kedua temanku itu. Saat kutemukan mereka ternyata sedang duduk berdua di pondok ditengah taman.
Mereka terlihat kaget melihatku. Aku lari sekencangnya, Aku berpikir sambil menangis, Imel tahu perasanku pada Dio tetapi kenapa dia menghianatiku. Mereka berdua mengejarku tapi aku ak peduli akan mereka.
Beberapa hari aku tidak bicara pada Imel. Dia berusaha meminta maaf tapi tidak kuhiraukan.
Seminggupun berlalu setelah pertengkaran kami. Hari ini ada pertandingan basket final. Imel mengajakku untuk nonton bareng karena tentunya akan ada Dio disana. Tapi kutolak mentah-mentah.
Di lapangan......
“Pelatih aku minta dimainkan penuh hari ini,’’ kata Dio memaksa.
“Kenapa? Kondisimu kan tidak memungkinkan,’’ jawab sang pelatih.
“Sudahlah ini permintaan terakhirku, mungin ini akan jadi pertandingan terakhirku,’’ kata Dio sambil memalingkan mukanya.
Dengan berat hati pelatihpun mengijinkan Dio main penuh hari ini. Dan pertandinganpun dimenangkan oleh SMA kami. Tapi saat itu Dio langsung pingsan dan dilarikan kerumah sakit terdekat.
Tanpa mengetahui apa-apa aku tetap berangkat sekolah seperti biasa. Disekolah hari entah kenapa aku tidak melihat Imel dan Dio. Lalu aku bertannya ke beberapa teman dekat Dio bahwa ia sedang dirawat dirumah sakit. Kupikir mungkin Dio terkena penyakit demam biasa jadi aku tidak menjenguknya.
Tapi beberapa hari kemudian aku mendapat kabar bahwa Dio meninggal. Akupun shock mendengar itu. Tak terasa air matapun menetes dari pelupuk mataku. Antara marah dan sedih karena aku tidak menjenguknya pada hari-hari terakhirnya dirumah sakit. Aku berangkat menuju rumah Dio dengan berlinang air mata.
Dirumah Dio telah banyak terpampang bendera kuning yang melambangkan duka yang mendalam. Disana terlihat pula beberapa teman Dio juga teman baikku yang akhir-akhir ini kuabaikan.
Sambil menangis aku memeluk Imel shabatku itu. Kami berpelukan eret berlinang air mata.
“Kenepa bisa terjadi seperti ini Mel?” tanyaku sambil menangis.
“May sebenarnya Dio telah di vonis akan meninggal tidak lama lagi. Karena itu saat pertandingan kemarin ia minta bermain penuh pada pelatih,’’ jelas Imel.
“Dia sebenernya saikt apa.’’
“Sudah sejak lama ia menderita sakit jantung, karena itu walau dia selalu menjadi pangeran lapangan ia hanya diperbolehkan main selama 10 menit terakhir saja.
Sambil terus menitikan air mata kulihat suasana sekitar yang terlihat sangat berduka. Dan tatapanku tanpa sengaja tertuju pada anggrek salju yang merupakan kesayangan Dio pun kini juga layu. Kami secara khidmat terus mengikuti prosesi pemakaman Dio.
Saat pemakaman selesai imel menyerahkan surat dari Dio padaku.
“Surat apa ini Mel?’’
“Ini adalah surat yang membuat kita salah paham dulu. Dio memberikan ini saat kita bertiga berada di tamannya dulu. Bacalah.’’
Akupun membacanya.

Buat Maya,
May, setelah melihatmu aku merasa ada sesuatu yang berbeda tentang dirimu. Kau berbeda dengan cewek-cewek lain yang ada di seolah kita ini. Aku melihat ketulusan hati yang tak ada pada cewek lain dimatamu.
Lalu melihat kau yang ternyata teman baik Imel yang kebetulan teman baikku juga. Aku mengutarakan perasanku ini pada Imel. Dan saat Imel berkata kau juga ternyata menyukaiku, hatiku ini terasa sungguh bahagia. Hatiku yang kata teman-teman seperti gunung es ini akhirnya dapat kau cairkan dengan ketulusan hatimu.
Tapi aku sadar, aku tak dapat memilikimu karena penyakitku ini. Aku tak mau membuatmu sedih karena hidupku sudah tak lama lagi. Karena itu lewat surat ini aku dapat menyampaikan isi hatiku padamu.
Aku juga mengucapkan terima kasih padamu, karena kau telah mengisi kekosongan yang selama ini ada dihatiku. Dan kata terakhirku tetaplah semangat menjalani hidup dan jangan sedih atas kepergianku.....

Salam hangat


Dio

Lalu air mataku ini kembali mengalir deras dipelupuk mataku. Tapi segera kuhapus karena aku teringat kata-kata terakhir Dio agar aku jangan sedih atas kepergiannya.
Aku kembali memeluk Imel sahabat terbaikku itu. Dan akupun akan tetap bersemangat menjalani hidup ini walau banyak rintangan mennti dihadapanku...........


With Darkness

Yami Riyan Akira

Sabtu, 28 November 2009

My Best Teacher
Cerita ini dimulai saat aku duduk(sebenernya gak cuman duduk) di kelas 2 smp. Saat itu aku diajar oleh guru yang dikatakan killer(pake istilah bhs inggris biar keren) oleh anak". Dia adalah guru fisika, bapak Hamang namanya. Memang pada saat pandangan pertama(kayak lagumya A. Rafiq ya..."pandangan pertama"), beliau terlihat sangar dengan kumis tebal, badan agak sedikir kekar dan kepala yang mulai botak(ciri khas guru fisika hehehe...).
Pertama kali beliau mengajar beliau terlihat serius sehinga membuat seisi kelas tenang dan sunyi bagai di kuburan. Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata beliau bukanlah seperti yang tampak dari luar, walaupun kuakui beliau pernah memberi hukuman cubitan pada perut bagi siapa saja yang lupa mengerjkan PR, tapi itu semata untuk mendidik murid"nya.
Karena beliau adalah guru yang disiplin, beliau tidak pernah lalai dalam menjalankan tugasnya. Jika beliau tidak sempat mengajar, beliau selalu memberi tugas bagi muridnya. Mungkin hal ini yang dianggap killer bagi sebagian besar muridnya.
Sisi positif lain dari guruku ini adalah beliau tidak terlalu mempermasalahkan soal uang, hal ini terbukti saat aku mengikuti les di rumah beliau. Walaupun beliau telah menetapkan biaya les tapi beliau tidak pernah menagihnya, kepandaian murid adalah prioritas utama.
Sekian dulu yang dapat kusampaikan tentang guruku ini, semoga dapt memenuhi tugas TIK, dari pak Joko.